Subscribe:

Labels

Jumat, 16 Desember 2011

Khauf & Roja' Bingikisan Hati untuk Cinta

".... karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar orang yang beriman." (Qs: Ali Imran: 175)

Manusia dicipatakan Allah SWT sebagai makhluk yang sempurna, Allah SWT memberikan pernyataan tersebut dalam rangka membanggakan hasil ciptaannya yang luar biasa ini. Tidak hanya dari sisi fisikal motorik yang begitu sempurna tapi juga kecerdasan akal yang terus berkembang melebihi kecerdasan makhluk Allah yang lain. Lebih dari itu sisi emosional dan perasaan manusia juga begitu luar biasa. Allah SWT memberikan software yang begitu menarik untuk dinikmati. Allah SWT menciptakan rasa benci, namum tumbuh pula rasa cinta. Ada marah, ada pula sayang. Ada sedih, juga ada gembira. Begitupun dengan rasa berani, Allah tanamkan pula dalam diri manusia rasa takut (al-Khauf). Dengan kata lain, sebenarnya tak ada sesuatu yang keluar dari sisi emosional manusia yang terkesan rendah kecuali apabila ia keluar pada tempat yang tidak semestinya. Atau hendaknya ekspresi emosional tersebut disalurkan sesuai aturan Allah SWT, sebagai Maha Pemberi (ar-Rahman).
Cinta, benci, marah atau sayang menjadi sesuatu yang mulia apabila kedua hal itu diekspresikan dalam rangka menggapai keridhaan Allah. ".... Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap kaum Muslimin, yang bersikap keras kepada kaum kafir..." (Qs: Al Maidah: 54)
Begitupun dengan rasa takut (al-khauf). Ayat di muka pembahasan secara eksplisit mengarahkan kemana ketakutan yang fitrah tumbuh dalam diri manusia harus dirujukan. Lebih dari itu, Allah SWT memuliakan orang-orang yang takut kepadaNya. Bahkan Allah SWT menyebut mereka dengan sebutan ulama, "sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)" (Qs: Al Fathir: 28)


al-Khauf adalah Cambuk

Perlu disadari bahwa khauf adalah cambuk yang digunakan Allah SWt untuk mengiring hamba-hambaNya menuju ilmu dan amal. Hal tersebut dimaksudkan agar dengan keduanya itu mereka bisa dekat kepada Allah SWT. Khauf juga mampu mencegah seseorang untuk berbuat hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. "Khauf yang terpuji ialah yang menghalangi dirimu dari hal-hal yang diharamkan Allah", demikian Syaikhul-Islam Ibnu Tamiyah menjelaskan.
Seseorang yang tertanam khauf dalam dirinya akan selalu membayangkan hal-hal yang ditakutinya. Ia juga membayangkan  musibah atau kejadian buruk apa yang akan dialaminya di masa depan, jika melanggar perintah sesuatu yang ditakutinya itu. Oleh karenanya Allah SWT perlu menegaskan kepada kaum Muslimin bahwa khauf yang tumbuh dalam diri mereka tidak diarahkan kepada selainNya. Sebab khauf yang diberikan kepada selain Allah akan membuat taat terhadap perintah sesuatu yang ditakuti. Bila khauf itu diberikan kepada sosok manusia, maka jadilah ia manusia yang takut, tunduk dan patuh terhadap aturan-aturan manusia.
Begitupun sebaliknya jika khauf yang ada dipersembahkan kepada Allah SWT hal ini akan memicu seorang muslim untuk terus beramal dan berusaha ikhlas menjalankannya. Dua ketakutan yang ada dalam diri mereka, yaitu takut akan murka Allah SWT bila mereka pasif beramal. Namun di sisi lain mereka juga takut kalau amal shalihnya tersebut tidak diterima oleh Allah SWT. Inilah yang memicu motivasi mereka untuk terus mempersembahkan yang terbak bagi Allah SWT.
Suatu ketika Ummul Mukminin Aisyah ra pernah bertanya kepada kekasihnya Rasulullah tentang firman Allah SWT surat Al Mukminin ayat 60, 'Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, sedangkan hatinya takut". "apakah mereka orang berzina, minum khamar dan mencuri?". Rasulullah menjawab "Bukan, wahai pitri Ash-Shidiq. Tetapi mereka orang yang puasa, shalat dan mengeluarkan shadaqah, sedang mereka takut amalnya tidak diterima" (HR. Ahmad an Tarmizi).
Dengan pemahaman ini, seorang mukmin selalu berupaya menumbuhkan ketakutan untuk tidak tergelincir dengan apa yang ada. Mreka berusaha untuk tidak tergoda dengan banyaknya ibadah, sebab iblis pun setelah lama beribadah kepada Allah, namun akhirnya ingkar. Mereka pun berusaha tidak tergoda dengan banyak ilmu, karena betapa banyak orang yang berilmu yang tergelincir. Mereka juga tidak tergoda pertemuan dengan orang-orang shalih  dan melihat mereka, sebab tidak ada orang yang lebih shalih daripada Rasulullah saw namun orang-orang munafik dan musuh-musuhnya tidak memetik manfaat dari pertemuan dengannya.
Dengan bahasa yang sederhana, kita bisa menggambarkan bahwa kehidupan seorang mukmin yang takut adalah berupaya terus menerus untuk menjaga agar dirinya tidak menyimpang dari apa yang digariskan oleh Allah SWT. "Manusia masih berada dalam jalan selama rasa takutnya belum lenyap dalam dirinya. Apabila rasa takutnya telah lenyap, maka ia akan tersesat di jalan" begitu Dzun Nun al-Mishry menjelaskan.

Khauf dan Roja'; Bingkisan Hati untuk Cinta

"Jika rasa taku menghinggapi hati, maka ia akan membakar tempat-tempat bersarangnya syahwat dalam dirinya dan akan mengusir keduniaan dari jiwanya".

Diantara aspek emosional yang paling nyata dan membuat hati senantiasa bergerak adalah cinta (mahabbah). Lawannya adalah al-baghdhu (benci). Manakala kecintaan seorang hamba kepada rabbanya telah tumbuh, dengan sendirinya tumbuh pula keimanan dalam hatinya. Selanjutnya bertambah pula kuantitas dan kualitas amalnya karena dorongan kecintaannya tadi.
Ucapan Ibrahim bin Sufyan di atas menandakan bahwa hendaknya kita mengoreksi perasaan-perasaan yang tumbuh dalam diri kita yang berhubungan dengan cinta dan benci. Sehingga kedua hal tersebut mampu memberikan ruang yang kondusif bagi perasaan-perasaan lain yang menyertainya.
Begitupun dengan takut. Ia pasti didahului dengan perasaan-perasaan dan pengetahuan. Musthil kiranya seorang manusia takut terhadap sesuatu yang ia tidak merasakannya. Oleh karena itu, sesuai dengan kadar yang dirasakannya bahwa sesuatu dapat mendatangkan hal yang diwaspadai dan sesuai dengan kadar yang dirasakannya mengenai keagungan Rabbnya, seperti itulah kadar ketagwaannya.
Dengan pemahaman ini kita bisa memproklamirkan bahwa diantara tanda-tanda ketakutan yang sejati adalah keterbebasan dan kelezatan dosa, sehingga posisi kelezatan tersebut digantikan oleh rasa sakit dan pilu. Atau dengan kata lain, selama kelezatan melakukan dosa itu masih ada, maka taubat dan takut yang ada tidak sebersih dan sempurna yang diharapkan. 
Itulah yang menjadi indikator kebenaran rasa takut kita kepada Allah SWT, sebagaimana hal tersebut bisa menjadi indikator untuk mengetahui kejujuran cinta kita kepadaNya. Jadi, jangan pernah mengucapkan cinta kepadaNya, kalau kita masih berani untuk melakukan maksiat. Sebagaimana jangan pernah menganggap cinta kita telah sempurna kepada saudara kita, sedangkan respon hati kita tidak berubah tatkala ia melakukan maksiat.
Tanda hati yang penuh cinta adalah tumbuhnya rasa pengharapan (roja'). "pengharapan adalah pertanda kehidupan", begitu ucapan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam 'Madarijus Salikin'. Sedangkan lawannya adalah keterputusasaan yang berasal dari syaitan. Seseorang akan mati jika harapan dalam hatinya hilang. Kekuatan cinta juga bergantung dari kekuatan harapan. Seorang pencinta adalah seseorang yang paling mengharapkan apa yang ada pada diri kekasihnya. Begitupun dengan ketakutannya, ia adalah orang yang paling takut andaikan dirinya dipandang sebelah mata oleh kekasihnya atau andaikan jauh dirinya. Dengan bahasa sederhana, ketakutannya merupakan ketakutan teramat sangat dan harapannya merupakan cermin cintanya. Kita mengethaui dengan pasti bahwa setiap cinta tentu disertai oleh rasa takut dan harapan. Keduanya adalah bingkisan hati untuk cinta Sejauh mana cinta tersebut bersemayam dalam hati orang yang mencintai, maka sejauh itu pula rasa takut dan harapannya.

Saatnya Jujur dalam Cinta

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hati seorang mukmin harus berada di antara perasaan takut dan pengharapan. Namun perlu diingat jangan sampai ia melebihi batas dalam berharap sehingga hatinya membawanya kepada frustasi tanpa memiliki harapan.
Sempurnanya keadaan ialah jika dalam hati seorang mukmin telah terjadi keseimbangan antara pengharapan dan ketakutan serta dominannya rasa cinta. Untuk menumbuhkan rasa takut dan harapan kita kepada Allah SWT, ada beberapa hal yang harus diwujudkan:

Pertama, membenarkan ancaman dan janji Allah SWT. Seseorang yang ingin menumbuhkan khauf dan roja' hendaknya senantiasa membenarkan ancaman dan jani Allah SWT yang disampaikan lewar kitab dan RosulNya. Orang yang membenarkan ancaman Allah SWT akan membawa hatinya untuk senantiasa takut akan ancaman siksa dan azab Allah yang teramat pedih. Begitupun seorang mukmin yang membenarkan janji-janji Allah SWT akan berusaha terus menerus untuk mewujudkan harapannya. Ilustrasi sederhana adalah seseorang yang sangat yakin bahwa neraka dan surga itu ada maka ia akan berbuat semaksimal mungkin untuk menghindari siksa dan azab Allah tersebut. Sebagaimana dirinya juga senantiasa berbuat yang terbaik untuk menjadi hamba-hambaNya yang diberi kenikmatan surga kelak.

Kedua, mengingat perbuatan-perbuatan dosa. Hal ini sangat dibutuhkan agar seorang mukmin senantiasa tidak merasa bebas dari berbuat dosa. Kita sadari, sebagai manusia kita memiliki kelemahan yang terus melekat dalam diri kita. Dan salah satu kelemahan yang utama adalah lupa dan khilaf. Inilah yang membuka pintu peluang seseorang untuk berbuat dosa. Ditambah lagi dengan 'rayuan maut' syaithan, maka perbuatan dosa akan mengalir dalam dirinya begitu saja. Oleh karena dengan mengingat dosa dan taubat membuat seorang mukmin senantiasa terjaga dari perbuatan-perbuatan tersebut di masa akan datang. Dengan kata lain semakin mampu membuatnya takut untuk berbuat dosa dan selalu mengharapkan hari-harinya terisi dengan perbuatan-perbuatan yang baik.

Ketiga, ma'rifatullah dan murraqabbatullah. Inilah senjata ampuh untuk menumbuhkan khauf dan roja'. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa Allah SWT menyebutkan bahwa orang yang takut kepada Allah tidak lain adalah ulama' atau orang yang mengenal Allah dengan yakin. Rasa takut dan harapannya akan tumbuh manakala ia semakin mengenal Allah SWT sebagai Rabb yang Maha Kuasa lagi Maha Memiliki Segalanya. Begitu juga dengan murraqabbah (merasa diawasi/ dekat dengan Allah) yang timbul semakin membuat dirinya takut akan perbuatan yang membuatnya terjerumus dalam murka Allah. Sebagaimana ia senantiasa berusaha menarik perhatian Allah dengan menjadi hamba-hambaNya yang taat dan ikhlas.

Epilog

Sesungguhnya hati itu dalam perjalannnya menuju Allah SWT bagai seekor burung. Cinta adalah kepalanya. Sedangkan khauf dan roja' seperti kedua sayapnya. Bila kepala dan kedua sayap tersebut sehat maka, burung itu akan terbang dengan baik menuju ke tempat yang di tuju. Namun, jika kepalanya dipotong maka burung itu akan mati. Sedangkan bila kedua sayapnya tidak ada, maka burung tersebut menjadi tangkapan empuk setiap pemburu.
Kini, saatnya jujur pada diri kita. Seperti apa hati kita sebenarnya. Segeralah menemukan jawabann itu, karena disanalah tempat cinta itu berada. Cinta yang baik akan berada di hati yang baik, begitupun cinta yang buruk akan selalu ada dalam hati yang buruk.
Wallahu a'lam bish shawab .

1 komentar:

Dien mengatakan...

"Jika rasa taku menghinggapi hati, maka ia akan membakar tempat-tempat bersarangnya syahwat dalam dirinya dan akan mengusir keduniaan dari jiwanya".

hadistkah ?

Posting Komentar