Subscribe:

Labels

Selasa, 03 Juli 2012

MENEBAR CINTA


Cinta dan kasih sayang adalah ruh kehidupan. Itulah yang menjelaskan mengapa dalam banyak kesempatan Nabiullah Muhammad selalu saw berusaha mempatrikannya di dada umatnya. “Orang-orang yang punya rasa kasih sayang, Allah Yang Maha Sayang akan sayang kepada mereka,” ungkap beliau suatu ketika. Di lain kesempatan kekasih Allah Yang Agung ini juga bersabda, “Sayangilah penghuni bumi, niscaya Yang di langit akan sayang kepada kalian.” Sungguh sebuah ungkapan cinta dan kasih sayang yang sarat makna.

Yusuf Qardhawi, seorang pemikir dan ulama besar abad ini. Pernah menukil perkataan seorang bijak, “Seandainya cinta dan kasih sayang telah berpengaruh dalam kehidupan maka manusia tak lagi memerlukan keadilan dan undang-undang!” Tak berlebihan. Sebab mungkinkah huru-hara dan kekacauan dunia itu terjadi, jika cinta dan kasih sayang telah wujud dalam kehidupan kita? Cinta dan kasih sayang kepada sesama yang terbingkai dalam cinta murni kepada Sang Khalik.


Sungguh hanya Allah Dzat tempat kita menggantungkan segala asa dan cinta. Dan Allah pulalah juga yang berhak menanamkan dan mencabut cinta dari dalam lubuk hati kita. Allah berfirman: “Sekiranya kalian infakkan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kalian takkan mampu mempersatukan hati-hati mereka (manusia), tetapi Allah yang mempersatukan hati mereka” (Q.S. al-Anfal:63).

Dengan apa Allah mempersatukan hati dan jiwa mereka? “Dengan cinta dan kasih sayang yang ia berikan kepada hamba-Nya.” Ungkap Muhammad Quthb. Ayat ini menegaskan betapa harta benda tidak cukup mempertautkan hati. Tidak pula berbagai sistem ekonomi serta kondisi kebendaan (materialisme). Kalaupun itu terjadi, ia pastilah ikatan cinta semu, sebatas terpenuhinya sebuah kepentingan.

Tentu saja cinta model ini (cinta atas motivasi keduniaan) pasti binasa dan fana, jika ia tak dilengkapi serta dibungkus jiwa yang lembut, yang disinari roh Illahi. Itulah rasa cinta dan kasih sayang yang sejati. Kasih sayang yang mendorong senyum yang merekah dan wajah ceria saat bertemu sesama.

Itulah shadaqah yang lahir dari keikhlasan cinta dan kasih sayang. Sebab cinta dan kasih sayang tidak mungkin terpancar dari orang yang gersang dari keduanya. “Faaqidussyaa’i laayu’ti, sesuatu yang tak punya apa-apa, tak akan mampu memberi apa-apa, begitulah kata pepatah Arab soal ini.

Sulitkah menebar cinta? Konsep cukup sederhana untuk itu ditawarkan Rasulullah saw dalam sabdanya, “Maukah kalian kutunjukkan sesuatu hal yang apabila kalian lakukan pasti kalian saling mencintai? Sebarkan salam antara kalian.” (HR. Muslim) Imam Nawawy (dalam kitab riyadush shalihin: 328) kemudian menyebutkan hadist yang merinci tahapan-tahapan untuk menumbuhkannya; afsyus salam, wa ath’imuth tha’aam, wa dhilul arhaam, wa shallu wan naasu niyaam, tadkhulul jannata bis salaam. Sebarkan salam, berikan makan (pada mereka yang membutuhkan), sambung tali persaudaraan, shalatlah (malam) ketika manusia terlelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk syurga dalam kedamaian. (HR. Tirmidzi)

Sudahkah semua itu kita lakukan. Sudahkah kita menghayati secara mendalam ucapan salam kita serta mewujudkan dengan maksimal pesan cinta dan kasih sayang yang ada di dalamnya? Mari kita jawab semua ini dengan nurani cinta yang jujur!

Warsito/Adnan

0 komentar:

Posting Komentar