Subscribe:

Labels

Rabu, 05 Januari 2011

Kupu Kupu (Renungan tentang Kebahagiaan)


Suatu waktu, datanglah seorang pemuda di tepian telaga. Ia termenung. Tatapan matanya kosong memandang hamparan air di depannya. Matanya memutar mengitari seluruh penjuru mata angin, namun tak satupun titik membuatnya puas. Ia makin terlena dengan suasana yang kian senyap, sampai terdengar seorang menyapanya.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini, anak muda?" tanya seorang yang ternyata seorang kakek tua.

"Apa yang kau risaukan...?" Kakek itu melanjutkan sapaannya. Pemuda itu menoleh lalu berkata.

"Aku lelah kek. Telah berkilo-kilo jarak kutempuh untuk  mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemanakah aku harus mencarinya? Kapankah kebahagiaan itu kutemukan?"



Kakek tua itu mendekatkan duduknya, dan mendengarkan keluh kesah sang pemuda dengan penuh perhatian. Dipandanginya wajah lelah di depannya, lalu ia berbicara, "Didepan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku."

Mereka berpandangan sejenak. "Ya.. tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tangamu," sang kakek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya tertuju ke satu arah, taman. Tak seberapa lama ia berjalan, pemuda itu telah sampai di taman yang dimaksud kakek tua. Taman itu sangat semarak dengan pohon dan warna-warni bunga yang bermekaran. Di atas bunga-bunga tampak kupu-kupu berterbangan, hinggap dari satu kelopak ke kelopak bunga yang lain. Dari kejauhan, sang kakek hanya memperhatikan gerak-gerik pemuda yang sedang dilanda gelisah karena kebahagiaan tak pernah datang dalam hidupnya.

Anak muda itu mulai bergerak. Ia mengendap-endap, di bidiknya sasaran dengan tetap berjalan pelan-pelan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Ia mengejar lagi, ia tidak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal.

Pemuda itu mulia berlari tak karuan. Terjang sana terjang sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan seekor kupu-kupu. Semak dan perdu diterobos. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu pun yang dapat ia tangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik turun.

Sampai akhirnya terdengar teriakan, "Hentikan dulu anak muda, istirahatlah." Tampak sang kakek berjalan perlahan. Dan sekelompok kupu-kupu berterbangan mendekati sang kakek, mereka terbang di sisi kanan kiri kakek itu, berputar-putar, dan sesekali hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" ucap sang kakek sambi; menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, maka ia akan lebih gesit menghindar. Semakin kau buru, semakin cepat pula ia pergi darimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dan letakkan di dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu di dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba tampak seekor kupu-kupu hinggap di ujung jarinya. Terlihat kepakan sayap kupu-kupu itu memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengayun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya yang indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

"Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pergi pula kebahagiaan itu dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin jauh pula kebahagiaan itu dari jangkauan.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar dan dalam menjalani hidup. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dengan tenang, dan dengan ketulusan hati.

Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hingap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya." -wiseman-

0 komentar:

Posting Komentar