Banyak orang yang menganggap kegagalan adalah sebuah akhir dari perjuangan, sementara ada sebagian lainnya yang justru menganggap kegagalan adalah awal dari perjuangan besar kehidupannya. Berikut saya ceritakan beberapa sosok sederhana yang mampu bangkit dari “kegagalan” dan rintangan kehidupannya menuju pencapaian gemilang... tentu ini hanya sebagian contoh saja, dan siapa tahu anda termasuk di dalamnya... Tulisan ini akan saya bagi dalam beberapa bagian... dan ini adalah bagian pertama...
Bissmillah...
The Little Giant
“Raksasa yang kecil” mungkin demikian saya menjulukinya. Perawakan sosoknya kecil layaknya seorang anak yang baru masuk SMA jika melihat raut wajahnya yang begitu muda, padahal umurnya tak beda jauh dengan saya. Berada satu fakultas dan satu angkatan dengannya membuat saya cukup akrab dengan dirinya, meski kami beda jurusan. Yang pasti, setiap saya bertemu dengannya, senyuman ramah diiringi dengan salam bernada halus tak akan ia lupa sertakan dalam interaksinya. Subhanallah... meski sedikit banyak saya tahu... selama kuliahnya ia berusaha membiayai dirinya sendiri dengan bekerja sebagai pengajar privat dengan gaji yang pas-pasan... namun senyum tulus pada wajahnya yang polos itu selalu bisa menutupi permasalahan hidupnya hingga akhir masa studinya yang menghantarkannya meraih jenjang sarjana...
Suatu hari saya berkesempatan bertemu dengannya dan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengannya.
“Alhamdulillah... Akh Danang, saya sudah lulus...” ujarnya dalam wajah penuh kepuasan.
“Barakallah akhi...” jawab saya... (wah saya saja belum lulus-lulus... waktu itu hehehe).
“Kalau saya mengingat semua yang saya alami demi meraih cita-cita ini... tak ada yang bisa saya lakukan selain bersyukur, bersyukur, dan bersyukur pada Allah... Subhanallah...”
Dan mulailah ia bercerita bagaimana ia memulai penelitiannya di salah satu institusi penelitian terkenal di negeri ini. Awalnya berjalan mulus tanpa ada hambatan, hingga suatu hari Allah berkenan mengujinya.
“... hari itu akh, saya diamanahi untuk menjaga satu lab yang di sana terdapat satu bak penampungan air untuk pemeliharaan benih ikan. Di tempat yang sama disimpan sekitar 5000an lebih benih ikan kerapu yang baru dipesan untuk tujuan penelitian dan budidaya. Kurang lebih harga satu ekor benihnya sekitar 5000 rupiah...” ujarnya memberikan penekanan pada jumlah dan harga benih ikan...
“...waktu itu saya sedang mengalirkan air dari pompa ke dalam bak air. Mungkin karena agak lama penuhnya, saya kemudian berniat meinggalkannya sebentar untuk membeli makan siang di kantin bawah... Namun, na’udzubillah... saya lupa dengan pompa air itu dan keasyikan di kantin, padahal sebelum-sebelumnya saya tak pernah lupa... ketika sudah lewat 2 jam lebih saya baru ingat bahwa pompa air belum saya matikan...”
Saya antusias mendengarkan kelanjutannya...
“...saya berlari ke atas dengan kemungkinan terburuk di benak saya melihat kondisi ruangan itu... dan... astaghfirullah... ruangan itu banjir parah. Bak penampungan yang kokoh itu ternyata jebol tak mampu menahan debit air yang mengalir deras... sementara pompa masih menyala menyemburkan air dengan deras... dan...” tiba-tiba ia berhenti menatap saya sejenak... menarik napas...
“... ribuan benih ikan kerapu yang disimpan di sana turut berserakan dalam genangan air itu. Menggelepar-gelepar tak berdaya... Panik sekali. Berbagai perasaan berkecamuk dalam benak saya... Sambil berusaha mengumpulkan benih-benih ikan kerapu itu, yang ada dalam benak saya adalah... ‘Apa yang harus saya lakukan, ya Allah...’... ‘bagaimana mengganti semuanya?’... ‘apakah saya akan di DO?’... semuanya campur baur...”
Saya tergugu mendengar ceritanya... membayangkan apa yang akan saya lakukan jika saya menghadapinya...
“...alhamdulillah... sekitar 2000an benih ikan kerapu berhasil saya selamatkan... namun demi melihat ruangan yang demikian hancur... saya bingung. Beberapa akuarium pecah, belum lagi bak penampungan air yang harganya jutaan juga rusak... dalam keadaan linglung... saya berjalan menuju bak penampungan air yang jebol itu dan melangkahkan kaki masuk ke dalamnya... berendam dalam dinginnya air yang tersisa... ya Allah, akh waktu itu saya lemas sekali. Hingga kemudian terlintas dalam benak saya untuk mengakhiri semuanya...” ia terdiam...
Saya shock mendengarnya... “Masya Allah... terus, gimana akh?”
“... saya sudah memegang pagar besi pembatas di lantai dua, menaikinya... dan... hampir saja saya meloncat dari lantai atas depan ruangan itu. Namun... entah mengapa... saya tidak jadi melakukannya... mungkin karena takut juga... tapi mungkin juga karena pertolongan Allah. Saya turun dari pagar... masuk kembali ke ruangan... dan mencoba untuk berpikir tenang...”
Subhanallah... dalam kondisi kritis begitu bisa merubah suasana... penguasaan diri yang baik sekali... subhanallah... gumam saya dalam hati...
“Akhirnya saya putuskan untuk memberanikan diri melapor dengan konsekuensi saya akan di-DO, harus membayar kerugian yang begitu banyak... atau juga ditahan oleh polisi karena merusak properti... tapi waktu itu saya hanya berpikir... bahwa saya harus menyerahkan apa yang tidak bisa saya kendalikan... kembali pada Allah...”
“Maka yang pertama saya temui adalah asisten laboratorium dan menunjukkan kondisi ruangan yang kacau balau itu. Asisten lab itu terlihat begitu pucat dan terkejut... namun ia berusaha membantu untuk mengkomunikasikan pada dosen yang bertanggung jawab untuk ruangan itu. Orang kedua yang saya temui adalah penjaga laboratorium yang sudah akrab dengan saya semenjak awal penelitian. Resiko yang akan saya hadapi adalah... kekecewaannya pada saya akibat peristiwa ini... tapi saya berusaha untuk ikhlas menerima semuanya. Ketika saya tunjukkan padanya kondisi ruangannya... ia diam sejenak dan menatap wajah saya... sambil berkata...”
“Ohhh... tidak apa-apa... tenang saja... sekarang kita bersihkan dahulu bareng-bareng...”
“Dan demikian juga tanggapan dari dosen penanggung jawab ruangan itu, akh... ia tak sedikitpun mempermasalahkan peristiwa itu... bahkan saya tidak diberikan sanksi atau denda apapun... kecuali ya harus membersihkan ruangan itu... Subhanallah... syukur tiada kiranya saya akh...” ia tersenyum puas...
Saya masih tertegun... sedikit terharu juga...
“...andai saja waktu itu akhi, saya menuruti nafsu pengecut saya untuk tak bertanggung jawab... dan kemudian melompat dari pagar besi itu dan mati bunuh diri... mungkin saat ini saya berada dalam murka Allah hingga hari kiamat nanti... bahkan hingga mendapat azabnya di neraka... astaghfirullah...” ia menggelengkan kepala sambil menunduk dan diam sejenak...
“...maka akhi... ketika engkau menghadapi masalah... hadapilah... seberat apapun itu konsekuensinya. Karena saya sudah membuktikan, bahwa Allah tidak memberikan suatu cobaan melainkan sesuai dengan kesanggupan hamba-Nya... bersama kesulitan... ada kemudahan, akh Danang... dan inilah diri saya sekarang... lulus sarjana dengan sebuah hikmah luar biasa untuk dibagikan pada orang lain...”
Subhanallah... saya hanya bisa bertasbih setiap kali mengingat ceritanya... dan setiap kali bertemu dengannya...
Kebahagiaan selalu saya rasakan karena dipertemukan Allah dengan sosok sederhana penuh inspirasi sepertinya... jazakumullah khair akhi... atas kisahnya. Semoga kisah antum ini akan menjadi pahala yang terus mengalir bagi antum melalui inspirasi yang ditimbulkan olehnya untuk orang lain.
Jazakallah akh Ima Lesmana (Budidaya Perairan 41, FPIK IPB)
*Diceritakan kembali dalam uraian bahasa sastra... (masih terbuka untuk perbaikan...)
Note:
Teruntuk semua yang terus berjuang mewujudkan cita-cita dan impiannya... teruslah berjuang... tak peduli seberapa banyakpun kita jatuh... yang terpenting seberapa banyak kita mau untuk bangkit kembali!
0 komentar:
Posting Komentar